Bergerak dan Berkarya untuk Indonesia

Pages

Sabtu, 09 Desember 2023

Filosofi Pendidikan Menurut KHD

  

Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan yang universal sehingga dalam pemecahan masalah-masalah pendidikan yang komplek dibutuhkannya filsafah-filsafah agar solusi pemecahan masalah tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi semua kalangan. Salah satu tokoh yang memiliki filsafah kuat tentang pendidikan adalah Ki Hadjar Dewantara. Beliau adalah seorang bangsawan dari lingkungan Kraton Yogyakarta yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi dengan lingkungan pendidikan. Gagasan filosofis yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara telah menjadi pondasi bagi pendidikan di Indonesia. Menurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah usaha memasukkan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga membentuknya menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya. Filsafat pendidikan ini dikenal dengan filsafat pendidikan among yang di dalamnya merupakan kemampuan dasar anak dalam mengatasi masalah yang mereka alami dengan memberikan kebebasan berpikir yang luas. Dalam perumusan filsafatnya, Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan asli Indonesia sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif adaptatif sesuai dengan teori trikon. Beberapa kontribusi yang diberikan Ki Hadjar Dewantara bagi pendidikan Indonesia adalah penerapan trilogi kepemimpinan dalam pendidikan, tri pusat pendidikan dan sistem paguron. Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, dan karsanya agar suatu potensi dapat menjadi nyata dan berfungsi bagi kehidupannya.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dan mengajar  adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dalam segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani.

Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti (olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan. Hasil - hasil positif yang sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara diantaranya :

1. Prinsip kepemimpinan sebagai seorang guru yaitu :

·  Ing ngarso sung tuladho sebagai pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “central figure” bagi siswa.

·       Ing madya mangun karso bermakna bahwa pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal.

  • Tut wuri handayani yaitu Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritativepossessiveprotective dan permissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya

2. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem among atau Among Methode artinya  guru itu menjaga, membina dan menididk anak  kasih sayang.

3.Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. 5 (lima) asas dalam pendidikan meliputi :

    - Asas Kemerdekaan
    - Asas Kodrat Alam
    - Asas Kebudayaan
    - Asas Kebangsaan
    - Asas Kemanusiaan

        Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali menekankan apa yang disebutnya “kemerdekaan dalam belajar”. Dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi bermula karena pria bernama Soewardi Surjaningrat itu menolak betul praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala “Taman Siswa”.

Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso, menjelaskan, makna kemerdekaan belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat.
 
"Jadi yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang memaksakan kamu harus jadi hijau, harus jadi merah. Untuk itu kemudian timbul Tut Wuri Handayani.

 Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan. Namun, menurut Ki Priyo, cara mendorong dan memberi kekuatan belajar tak boleh sembarangan. Rentang kendali harus tetap ada, agar asa menjadi manusia terap terjaga.
 
Menurut Ki Priyo, bakat menjadi kiblat bagi sang pendidik. Guru harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik, mana yang harus didorong, dan apa yang harus dikuatkan.
 
Guna memenuhi kebutuhan pengembangan bakat, kata dia, anak didik harus merasa merdeka. Namun, merdeka yang dimaksud bukan bermakna mutlak.
 
Menurut Ki Priyo, Merdeka Belajar yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjadikan kata 'merdeka" sebagai subjektifitas, sehingga membawa arah pembelajaran menjadi liar. Inilah yang menjadikan istilah Merdeka Belajar dirasa kurang pas untuk menjadi dasar pendidikan saat ini.
 
"Banyak yang belum membaca ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang merdeka belajar. Sebetulnya lebih pas belajar merdeka. Merdeka belajar sangat mengganggu orang lain atau golongan lain," ujarnya.
 
Putra dari Ki Hadi Sukitno, tangan kanan Ki Hadjar Dewantara, menuturkan Belajar merdeka itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk berkembang seluas mungkin. Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam membangun pendidikan Indonesia.
 
Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah membunuh pengembangan bakat yang digaungkan oleh pahlawan nasional itu.
 
"Pikiran kok sampai terjajah? itu artinya terjajah intelektualisme. Ki Hadjar anti intelektualisme. Dia bilang, saya tidak suka orang yang terlalu intelek tapi mengabaikan karakter. Artinya belajar itu terlalu kognitif. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang," jelas dia, sembari mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara yang terkenal garang di depan kelas.
 
Ia melanjutkan, pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak boleh tersingkirkan. Karakter merupakan kunci utama dalam membangun setiap insan pendidikan.
 
Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Bagi Ki Priyo, uraian kalimat ini bisa menjelaskan seperti apa karakter anak didik yang sesungguhnya. Tinggal bagaimana Nadiem menentukan kebijakan.
 
"Tidak hanya numeratif, tapi juga uraian kalimat yang bisa menjelaskan karakter si anak itu sesungguhnya bagaimana. Tetapi tidak kemudian memberikan beban berat kepada guru, sehingga saat menilai siswa itu seperti membuat skripsi, kasihan dia. Dibuatlah yang lebih sederhana," paparnya.
 
Ki Priyo yakin Nadiem paham bagaimana menjalankan esensi dari konsep belajar merdeka. Sebab, menurutnya, Nadiem telah melalui apa yang disebut belajar merdeka ketika menggarap usaha Gojek.
 
"Buktinya membuat Gojek itu kemerdekaan dia di dalam belajar hidup dan penghidupan. Waktu dia studi, dia belajar merdeka, kreasi sana sini, begitu lulus, usahanya membuahkan hasil. Dia tak mau kerja sebagai buruh. Merdekanya di situ," terangnya.
 
Ki Priyo menyatakan, Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan bakat dan minat anak dalam belajar. Ini jadi pekerjaan rumah bagi Nadiem untuk mempertahankan budaya belajar merdeka yang diusung Ki Hadjar Dewantara.
 
Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Belajar merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju.
 
Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka lapangan kerja. Sayang, hal ini belum menjadi mindset atau dasar berpikir anak negeri, karena luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara.
 
Saat ini, lulusan Indonesia baru mampu menjangkau angka dua persen dalam urusan membuka lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus ada empat persen dari lulusan Indonesia yang bisa membuka lapangan kerja.
 
"Bahwa kita itu tidak mencetak lulusan alumni itu untuk sekadar menjadi buruh, menjadi tenaga kapitalis, menjadi tenaga industri, atau sekedar ASN. Makanya namanya belajar merdeka. Membawa mereka, untuk merdeka, dalam arti sesungguhnya," ujar Ki Priyo.


Profil Ki Hajar Dewantara

 


    Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, sejak 1923 menjadi Ki Hadjar Dewantara,beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; 2 Mei 1889 – 26 April 1959; adalah bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, guru bangsa, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Ki Hadjar Dewantara adalah Pahlawan Nasional khususnya di Pendidikan, yang memperjuangkan kesetaraan dan kesempatan pendidikan bagi warga pribumi (Indonesia) yang kala itu dijajah Kolonial Belanda.

Perjuangannya tidak kenal lelah, dan konsisten sepanjang hayatnya, dari masa muda. Terlahir dari bangsawan Pakualaman Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat sempat mengenyam pendidikan kedokteran STOVIA walaupun tidak selesai karena kesehatan.

Kemudian, beliau memutuskan menjadi jurnalis sebagai tahapan awal untuk selanjutnya  menjadi aktifis politik. Kala itu beliau menjadi seksi propaganda Boedi Oetomo, dengan tugas menyuarakan kesadaran berbangsa Indonesia bagi Bumiputera, hingga kemudian bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan partai pertama di Indonesia bernama Indische Partij.

Setelah itu, karena kekritisannya kepada Pemerintah kolonial, Ki Hadjar Dewantara diasingkan Belanda ke Pulau Bangka.

Sekembalinya dari pengasingan beliau mengganti nama dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menjadi Ki Hadjar Dewantara dan fokus menangani pendidikan bagi bumi putra dengan mendirikan sekolah Taman Siswa sebagai sekolah formal pertama untuk penduduk Bumiputera 

Begitulah perjuangan beliau yang konsen dengan pendidikan serta kesetaraan pendidikan bagi Bumiputera hingga beliau dianugerahi Pahlawan Nasional dan tanggal lahirnya diabadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Pada tahun 1959 atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional oleh Presiden Soekarno. tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama sebuah kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya juga diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.

Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Ki Hajar Dewantara juga merupakan peletak dan perintis pendidikan nasional berbasis kebudayaan.




Biodata Ki Hajar Dewantara
                                                                          (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat )


Lahir                  : 02 Mei 1889.

Meninggal         : 26 April 1959 (usia 69).

Istri                    : Nyi Hajar Dewantara.

Tempat tinggal : Pakualam, Yogyakarta, Jawa Tengah.

Pendidikan       : Europeesche Lagere School, STOVIA.


Referensi :

- Wikipedia.org